·
Pengertian
Kepemimpinan dan Perkembangan Teori Kepemimpinan.
Seiring perkembangan zaman, kepemimpinan secara
ilmiah mulai berkembang bersamaan dengan pertumbuhan manajemen ilmiah yang
lebih dikenal dengan ilmu tentang memimpin. Hal ini terlihat dari banyaknya
literatur yang mengkaji tentang leadership dengan berbagai sudut pandang atau
perspektifnya. Leadership tidak hanya dilihat dari baik saja, akan tetapi
dapat dilihat dari penyiapan sesuatu secara berencana dan dapat melatih
calon-calon pemimpin.
Kepemimpinan atau
leadership merupakan ilmu terapan dari ilmu-ilmu sosial, sebab
prinsip-prinsip dan rumusannya diharapkan dapat mendatangkan manfaat bagi
kesejahteraan manusia (Moejiono, 2002). Ada banyak pengertian yang dikemukakan
oleh para pakar menurut sudut pandang masing-masing, definisi-definisi tersebut
menunjukkan adanya beberapa kesamaan. Berikut merupakan macam-macam pengertian
kepemimpinan:
o
Menurut Tead Terry Hoyt (dalam Kartono, 2003).
Pengertian kepemimpinan yaitu kegiatan
atau seni mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada
kemampuan orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam mencapai
tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok.
o
Menurut Young (dalam Kartono, 2003).
Pengertian
kepemimpinan yaitu bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi
yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu yang
berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya, dan memiliki keahlian khusus yang
tepat bagi situasi yang khusus.
Dalam perkembangannya, studi tentang kepemimpinan berkembang
sejalan dengan kemajuan zaman yang dikategorikan Yukl (2005:12) menjadi lima
pendekatan yaitu:
1.
Pendekatan
ciri.
2.
Pendekatan
perilaku.
3.
Pendekatan
kekuatan – pengaruh.
4.
Pendekaan
situasional.
5.
Pendekatan
integrative.
Perkembangan teori kepemimpinan:
·
Teori
Genetik (Genetic Theory).
Penjelasan kepemimpinan yang paling
lama adalah teori kepemimpinan “genetic” dengan ungkapan yang sangat populer
waktu itu yakni “a leader is born, not made”. Seorang dilahirkan dengan membawa
sifat-sifat kepemimpinan dan tidak perlu belajar lagi. Sifat-sifat utama
seorang pemimpin diperoleh secara genetik dari orang tuanya.
·
Teori
Sifat (Trait Theory).
Sesuai dengan namanya, maka teori ini
mengemukakan bahwa efektivitas kepemimpinan sangat tergantung pada kehebatan
karakter pemimpin. “Trait” atau sifat-sifat yang dimiliki antara lain
kepribadian, keunggulan fisik dan kemampuan social. Penganut teori ini yakin
dengan memiliki keunggulan karakter di atas, maka seseorang akan memiliki
kualitas kepemimpinan yang baik dan dapat menjadi pemimpin yang efektif.
Karakter yang harus dimiliki oleh seseorang menurut Judith R. Gordon mencakup
kemampuan yang istimewa dalam:
1. Kemampuan Intelektual.
2. Kematangan Pribadi.
3. Pendidikan.
4. Status Sosial dan Ekonomi.
5. Human Relations.
6. Motivasi Intrinsik.
7. Dorongan untuk maju (achievement
drive).
·
Teori
Perilaku (The Behavioral Theory).
Mengacu pada keterbatasan peramalan
efektivitas kepemimpinan melalui teori “trait”, para peneliti pada era Perang
Dunia ke II sampai era di awal tahun 1950-an mulai mengembangkan pemikiran
untuk meneliti “behavior” atau perilaku seorang pemimpin sebagai cara untuk
meningkatkan efektivitas kepemimpinan. Fokus pembahasan teori kepemimpinan pada
periode ini beralih dari siapa yang memiliki kemampuan memimpin ke bagaimana
perilaku seseorang untuk memimpin secara efektif.
·
Situasional
Leadership.
Pengembangan teori situasional
merupakan penyempurnaan dan kekurangan teori-teori sebelumnya dalam meramalkan
kepemimpinan yang paling efektif. Dalam “situational leadership” pemimpin yang
efektif akan melakukan diagnose situasi, memilih gaya kepemimpinan yang efektif
dan menerapkannya secara tepat. Seorang pemimpin yang efektif dalam teori ini
harus bisa memahami dinamika situasi dan menyesuaikan kemampuannya dengan
dinamika situasi yang ada. Empat dimensi situasi yakni kemampuan manajerial,
karakter organisasi, karakter pekerjaan dan karakter pekerja. Keempatnya secara
dinamis akan memberikan pengaruh terhadap efektivitas kepemimpinan seorang.
·
Transformational
Leadership.
Pemikiran terakhir mengenai
kepemimpinan yang efektif disampaikan oleh sekelompok ahli yang mencoba
“menghidupkan” kembali teori “trait” atau sifat-sifat utama yang dimiliki
seseorang agar dia bisa menjadi pemimpin. Robert House menyampaikan teori
kepemimpinan dengan menyarankan bahwa kepemimpinan yang efektif mempergunakan
dominasi, memiliki keyakinan diri, mempengaruhi dan menampilkan moralitas yang
tinggi untuk meningkatkan kadar kharismatiknya (Ivancevich, dkk, 2008:213).
Dengan mengandalkan kharisma, seorang
pemimpin yang “transformational” selalu menantang bawahannya untuk melahirkan
karya-karya yang istimewa. Langkah yang dilaksanakan pada umumnya adalah dengan
membicarakan dengan pengikutnya, bagaimana sangat pentingnya kinerja mereka,
bagaimana bangga dan yakinnya mereka sebagai anggota kelompok dan bagaimana
istimewanya kelompok sehingga dapat menghasilkan karya yang inovatif serta luar
biasa.
Menurut pencetus teori ini, pemimpin
“transformational” adalah sangat efektif karena memadukan dua teori yakni teori
“behavioral” dan “situational” dengan kelebihan masing-masing. Atau, memadukan
pola perilaku yang berorientasi pada manusia atau pada produksi (employee or
production-oriented) dengan penelaahan situasi ditambah dengan kekuatan
kharismatik yang dimilikinya. Tipe pemimpin transformational ini sesuai untuk
organisasi yang dinamis, yang mementingkan perubahan dan inovasi serta bersaing
ketat dengan perusahaan-perusahaan lain dalam ruang lingkup internasional.
Syarat utama keberhasilannya adalah adanya seorang pemimpin yang memiliki
kharisma. (Ivancevich, 2008:214).
·
Tipe,
gaya dan perilaku pemimpin.
Tipe kepemimpinan akan identik dengan gaya kepemimpinan seseorang. Tipe
kepemimpinan yang secara luas dikenal dan diakui keberadaannya adalah
1.
Tipe Otokratik.
Seorang pemimpin yang tergolong otokratik
memiliki serangkaian karakteristik yang biasanya dipandang sebagai
karakteristik yang negatif. Seorang pemimpin otokratik adalah seorang yang
egois. Egoismenya akan memutarbalikkan fakta yang sebenarnya sesuai dengan apa
yang secara subjektif diinterpretasikannya sebagai kenyataan. Dengan
egoismenya, pemimpin otokratik melihat peranannya sebagai sumber segala sesuatu
dalam kehidupan organisasional. Egonya yang besar menumbuhkan dan mengembangkan
persepsinya bahwa tujuan organisasi identik dengan tujuan pribadinya. Dengan
persepsi yang demikian, seorang pemimpin otokratik cenderung menganut nilai
organisasional yang berkisar pada pembenaran segala cara yang ditempuh untuk
pencapaian tujuannya. Berdasarkan nilai tersebut, seorang pemimpin otokratik
akan menunjukkan sikap yang menonjolkan keakuannya dalam bentuk:
·
Kecenderungan memperlakukan bawahan sama
dengan alat lain dalam organisasi.
·
Pengutamaan orientasi terhadap pelaksanaan dan
penyelesaian tugas.
·
Pengabaian peranan bawahan dalam proses
pengambilan keputusan
Sikap pemimpin demikian akan menampakkan diri
pada perilakunya dalam berinteraksi dengan bawahannya, misalnya tidak mau
menerima saran dan pandangan bawahannya, menonjolkan kekuasaan formal. Dengan
persepsi, nilai, sikap, dan perilaku demikian, seorang pemimpin yang otokratik
dalam praktek akan menggunakan gaya kepemimpinan:
·
Menuntut ketaatan penuh bawahannya.
·
Menegakkan disiplin dengan kaku.
·
Memberikan perintah atau instruksi dengan
keras.
·
Menggunakan pendekatan punitip dalam hal
bawahan melakukan penyimpangan.
2. Tipe Paternalistik.
Tipe pemimpin ini umumnya terdapat pada
masyarakat tradisional. Popularitas pemimpin yang paternalistik mungkin
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain
·
Kuatnya ikatan primordial.
·
Extended family system.
·
Kehidupan masyarakat yang komunalistik.
·
Peranan adat istiadat yang kuat.
·
Masih dimungkinkan hubungan pribadi yang intim.
Persepsi seorang pemimpin yang paternalistik
tentang peranannya dalam kehidupan organisasi dapat dikatakan diwarnai oleh
harapan bawahan kepadanya. Harapan bawahan berwujud keinginan agar pemimpin
mampu berperan sebagai bapak yang bersifat melindungi dan layak dijadikan
sebagai tempat bertanya dan untuk memperoleh petunjuk, memberikan perhatian
terhadap kepentingan dan kesejahteraan bawahannya. Pemimpin yang paternalistik
mengharapkan agar legitimasi kepemimpinannya merupakan penerimaan atas
peranannya yang dominan dalam kehidupan organisasional. Berdasarkan persepsi
tersebut, pemimpin paternalistik menganut nilai organisasional yang
mengutamakan kebersamaan. Nilai tersebut mengejawantah dalam sikapnya seperti
kebapakan, terlalu melindungi bawahan. Sikap yang demikian tercermin dalam
perilakunya berupa tindakannya yang menggambarkan bahwa hanya pemimpin yang
mengetahui segala kehidupan organisasional, pemusatan pengambilan keputusan
pada diri pemimpin. Dengan penonjolan dominasi keberadaannya dan penekanan kuat
pada kebersamaan, gaya kepemimpinan paternalistik lebih bercorak pelindung,
kebapakan dan guru.
3. Tipe Kharismatik.
Seorang pemimpin yang kharismatik memiliki
karakteristik yang khas yaitu daya tariknya yang sangat memikat sehingga mampu
memperoleh pengikut yang sangat besar dan para pengikutnya tidak selalu dapat
menjelaskan secara konkret mengapa orang tertentu itu dikagumi. Pengikutnya
tidak mempersoalkan nilai yang dianut, sikap, dan perilaku serta gaya yang digunakan
pemimpin itu.
4. Tipe Laissez Faire.
Persepsi seorang pemimpin yang laissez faire
melihat perannya sebagai polisi lalu lintas, dengan anggapan bahwa anggota
organisasi sudah mengetahui dan cukup dewasa untuk taat pada peraturan yang
berlaku. Seorang pemimpin yang laissez faire cenderung memilih peran yang pasif
dan membiarkan organisasi berjalan menurut temponya sendiri. Nilai yang
dianutnya biasanya bertolak dari filsafat hidup bahwa manusia pada dasarnya
memiliki rasa solidaritas, mempunyai kesetiaan, taat pada norma, bertanggung
jawab.
Nilai yang tepat dalam hubungan atasan
–bawahan adalah nilai yang didasarkan pada saling mempercayai yang besar.
Bertitik tolak dari nilai tersebut, sikap pemimpin laissez faire biasanya
permisif. Dengan sikap yang permisif, perilakunya cenderung mengarah pada
tindakan yang memperlakukan bawahan sebagai akibat dari adanya struktur dan
hirarki organisasi. Dengan demikian, gaya kepemimpinan yang digunakannya akan
dicirikan oleh:
·
Pendelegasian wewenang terjadi secara ekstensif.
·
Pengambilan keputusan diserahkan kepada pejabat
pimpinan yang lebih rendah.
·
Status quo organisasional tidak terganggu.
·
Pengembangan kemampuan berpikir dan bertindak
yang inovatif dan kreatif diserahkan kepada anggota organisasi.
·
Intervensi pemimpin dalam perjalanan
organisasi berada pada tingkat yang minimal
5. Tipe Demokratik.
Ditinjau dari segi persepsinya, seorang
pemimpin yang demokratik biasanya memandang peranannya selaku koordinator dan
integrator. Karenanya, pendekatan dalam menjalankan fungsi kepemimpinannya
adalah holistik dan integralistik. Seorang pemimpin yang demokratik menyadari
bahwa organisasi harus disusun sedemikian rupa sehingga menggambarkan secara
jelas aneka tugas dan kegiatan yang harus dilaksanakan demi tercapainya tujuan
organisasi. Seorang pemimpin yang demokratik melihat bahwa dalam perbedaan
sebagai kenyataan hidup, harus terjamin kebersamaan. Nilai yang dianutnya
berangkat dari filsafat hidup yang menjunjung tinggi harkat dan martabat
manusia, memperlakukan manusia dengan cara yang manusiawi. Nilai tersebut
tercermin dari sikapnya dalam hubungannya dengan bawahannya, misalnya dalam
proses pengambilan keputusan sejauh mungkin mengajak peran serta bawahan
sehingga bawahan akan memiliki rasa tanggung jawab yang besar. Dalam hal
menindak bawahan yang melanggar disiplin organisasi dan etika kerja, cenderung
bersifat korektif dan edukatif. Perilaku kepemimpinannya mendorong bawahannya
untuk menumbuhkembangkan daya inovasi dan kreativitasnya. Karakteristik lainnya
adalah kecepatan menunjukkan penghargaan kepada bawahan yang berprestasi
tinggi.
Berdasarkan persepsi, nilai, sikap, dan
perilaku, maka gaya kepemimpinannya biasanya mengejawantah dalam hal:
·
Pandangan bahwa sumber daya dan dana yang
tersedia bagi organisasi, hanya dapat digunakan oleh manusia dalam organisasi
untuk pencapaian tujuan dan sasarannya.
·
Selalu mengusahakan pendelegasian wewenang
yang praktis dan realistik.
·
Bawahan dilibatkan secara aktif dalam proses
pengambilan keputusan.
·
Kesungguhan yang nyata dalam memperlakukan
bawahan sebagai mahluk politik, sosial, ekonomi, dan individu dengan
karakteristik dan jati diri yang khas.
·
Pengakuan bawahan atas kepemimpinannya
didasarkan pada pembuktian kemampuan memimpin organisasi dengan efektif.
Gaya Kepemimpinan.
Berikut ini berbagai teori tentang gaya
kepemimpinan. Kepemimpinan merupakan tulang punggung pengembangan organisasi
karena tanpa kepemimpinan yang baik akan sulit mencapai tujuan organisasi. Jika
seorang pemimpin berusaha untuk mempengaruhi perilaku orang lain, maka orang
tersebut perlu memikirkan gaya kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan adalah
bagaimana seorang pemimpin melaksanakan fungsi kepemimpinannya dan bagaimana ia
dilihat oleh mereka yang berusaha dipimpinnya atau mereka yang mungkin sedang
mengamati dari luar (Robert, 1992). James et. al. (1996) mengatakan bahwa gaya
kepemimpinan adalah berbagai pola tingkah laku yang disukai oleh pemimpin dalam
proses mengarahkan dan mempengaruhi pekerja.
Pengertian Gaya kepemimpinan menurut
Tampubolon (2007) adalah perilaku dan strategi, sebagai hasil kombinasi dari
falsafah, ketrampilan, sifat, sikap, yang sering diterapkan seorang pemimpin
ketika ia mencoba mempengaruhi kinerja bawahannya. Berdasarkan definisi gaya
kepemimpinan diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan
seseorang dalam mengarahkan, mempengaruhi, mendorong dan mengendalikan orang
lain atau bawahan untuk bisa melakukan sesuatu pekerjaan atas kesadarannya dan
sukarela dalam mencapai suatu tujuan tertentu.
Terdapat lima gaya kepemimpinan yang
disesuaikan dengan situasi menurut Siagian (2002), yaitu:
1. Tipe pemimpin yang otokratik.
Seorang pemimpin yang otokratik ialah seorang
pemimpin yang:
·
Menganggap organisasi sebagai milik pribadi.
·
Mengidentikan tujuan pribadi dengan tujuan
organisasi.
·
Menganggap bahwa sebagai alat semata-mata.
·
Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat.
·
Terlalu tergantung pada kekuasaan formalnya.
·
Dalam tindaknya penggeraknya sering
mempergunakan approach yang mengandung unsur paksaan dan puntif (bersifat
menghukum).
2. Tipe pemimpin yang militeristik
Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang
dimaksud seorang pemimpin tipe militeristik berbeda dengan seorang pemimpin
modern. Seorang pemimpin yang bertipe militeristik ialah seorang pemimpin yang
memiliki sifat-sifat:
·
Dalam menggerakan bawahannya sistem perintah
yang sering dipergunakan.
·
Dalam menggerakan bawahannya senang bergantung
pada pangkat dan jabatan.
·
Senang kepada formalitas yang berlebih-lebihan.
·
Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari
bawahannya.
3. Tipe pemimpin yang paternalistik
·
Menganggap bahwa sebagai manusia yang tidak
dewasa.
·
Bersikap terlalu melindungi.
·
Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya
untuk mengambil keputusan.
·
Jarang memberikan kesempatan kepada bawahan
untuk mengambil inisiatif.
·
Jarang memberikan kesempatan kepada bawahan
untuk mengembangkan daya kreasi dan fantasi.
·
Sering bersikap mau tahu.
4. Tipe pemimpin yang kharismatik.
Harus diakui bahwa untuk keadaan tentang
seorang pemimpin yang demikian sangat diperlukan, akn tetapi sifatnya yang
negatif mengalahkan sifatnya yang positif.
5. Tipe pemimpin yang demokratik
Pengetahuan tentang kepemimpinan telah
membuktikan bahwa tipe pemimpin yang demokratislah yang paling tepat untuk
organisasi modern karena:
·
Ia senang menerima saran, pendapat dan bahkan
kritikan dari bawahan.
·
Selalu berusaha mengutamakan kerjasama
teamwork dalam usaha mencapai tujuan.
·
Selalu berusaha menjadikan lebih sukses dari
padanya.
·
Selalu berusaha mengembangkan kapasitas diri
pribadinya sebagai pemimpin.
Kepemimpinan memegang peran yang signifikan
terhadap kesuksesan dan kegagalan sebuah organisasi. Sedangkan Robinss (2006)
mengidentifikasi empat jenis gaya kepemimpinan antara lain:
1. Gaya kepemimpinan kharismatik.
Para pengikut terpacu kemampuan kepemimpinan
yang heroik atau yang luar biasa ketika mereka mengamati perilaku-perilaku
tertentu pemimpin mereka. Terdapat lima karakteristik pokok pemimpin
kharismatik:
·
Visi dan artikulasi. Dia memiliki visi
ditujukan dengan sasaran ideal yang berharap masa depan lebih baik daripada
status quo, dan mampu mengklarifikasi pentingnya visi yang dapat dipahami orang
lain.
·
Rasio personal. Pemimpin kharismatik bersedia
menempuh risiko personal tinggi, menanggung biaya besar, dan terlibat ke dalam
pengorbanan diri untuk meraih visi.
·
Peka terhadap lingkungan. Mereka mampu menilai
secara realistis kendala lingkungan dan sumber daya yang dibutuhkan untuk
membuat perubahan.
·
Kepekaan terhadap kebutuhan pengikut. Pemimpin
kharismatik perseptif (sangat pengertian) terhadap kemampuan orang lain dan
responsif terhadap kebutuhan dan perasaan mereka.
·
Perilaku tidak konvensional. Pemimpin
kharismatik terlibat dalam perilaku yang dianggap baru dan berlawanan dengan
norma.
2. Gaya kepemimpinan transaksional.
Pemimpin transaksional merupakan pemimpin yang
memandu atau memotivasi para pengikut mereka menuju sasaran yang ditetapkan
dengan memperjelas persyaratan peran dan tugas. Gaya kepemimpinan transaksional
lebih berfokus pada hubungan pemimpin-bawahan tanpa adanya usaha untuk
menciptakan perubahan bagi bawahannya. Terdapat empat karakteristik pemimpin
transaksional:
·
Imbalan kontingen: kontrak pertukaran imbalan
atas upaya yang dilakukan, menjanjikan imbalan atas kinerja baik, mengakui
pencapaian.
·
Manajemen berdasar pengecualian (aktif):
melihat dean mencari penyimpangan dari aturan dan standar, menempuh tindakan
perbaikan.
·
Manajemen berdasar pengecualian (pasif):
mengintervensi hanya jika standar tidak dipenuhi.
·
Laissez-Faire: melepas tanggung jawab,
menghindari pembuatan keputusan.
3. Gaya kepemimpinan transformasional.
Pemimpin transformasional mencurahkan
perhatian pada hal-hal dan kebutuhan pengembangan dari masing-masing pengikut,
Pemimpin transformasional mengubah kesadaran para pengikut akan
persoalan-persoalan dengan membantu mereka memandang masalah lama dengan cara-cara
baru, dan mereka mampu menggairahkan, membangkitkan, dan mengilhami para
pengikut untuk mengeluarkan upaya ekstra demi mencapai sasaran kelompok.
Terdapat empat karakteristik pemimpin transformasional:
·
Kharisma: memberikan visi dan rasa atas misi,
menanamkan kebanggaan, meraih penghormatan dan kepercayaan.
·
Inspirasi: mengkomunikasikan harapan tinggi,
menggunakan symbol untuk memfokuskan pada usaha, menggambarkan maksud penting
secara sederhana.
·
Stimulasi intelektual: mendorong intelegensia,
rasionalitas, dan pemecahan masalah secara hati-hati.
·
Pertimbangan individual: memberikan perhatian
pribadi, melayani karyawan secara pribadi, melatih dan menasehati.
4. Gaya kepemimpinan visioner
Kemampuan menciptakan dan mengartikulasikan
visi yang realistis, kredibel, dan menarik mengenai masa depan organisasi atau
unit organisasi yang tengah tumbuh dan membaik dibanding saat ini. Visi ini
jika diseleksi dan diimplementasikan secara tepat, mempunyai kekuatan besar
sehingga bisa mengakibatkan terjadinya lompatan awal ke masa depan dengan
membangkitkan keterampilan, bakat, dan sumber daya untuk mewujudkannya.
Perilaku Pemimpin.
Perilaku seorang pemimpin ketika
memimpin anak buah akan memperoleh tanggapan atau reaksi dapat berupa sikap
atau perilaku bawahan. Reaksi perilaku itu tidak saja gerakan badan, tetapi
termasuk ucapan, sepak terjang sebagai reaksi pengikut terhadap kepemimpinan
seorang pemimpin. Tanggapan itu dapat bersifat terang-terangan atau tersembunyi
dengan berbagai bentuk.
·
Nama-nama
tokoh yang berhasil memimpin dan bidang usahanya
1.
Chairul
Tanjung dan PBSI.
Nama Chairul Tanjung bagi anda
mungkin sosok ekonom ternama sekaligus konglomerat Indonesia yang memiliki
berbagai bidang usaha, mulai dari Carrefour, TransCorp hingga Perbankan yang
mempekerjakan ratusan ribu karyawan di seluruh Indonesia. Ketika saya sendiri
membaca biografi beliau yang berjudul “Chairul Tanjung si Anak Singkong”,
bulutangkis masuk salah satu bab yang penting dalam kehidupannya.Tepatnya di
bab 28 yang berjudul Piala Thomas Terakhir bagi Indonesia, diceritakanlah awal
karir organisasi Chairul Tanjung (populer dengan nama CT) dalam Bulutangkis
Indonesia. Di buku itu, Indra Kartasasmita yang saat itu menjadi Pengurus KONI
Pusat mendatangi CT untuk mengajaknya mencalonkan diri dalam Munas PBSI di
Jakarta.
2.
Alim
Markus dan Maspion.
Maspion dan Alim Markus adalah dua
nama yang tak terpisahkan. Orang kini mengenal Maspion sebagai salah satu
kelompok usaha besar asal Jawa Timur, yang tak hanya berkutat di industri
peralatan rumah tanga, namun juga menjamah perbankan, real estat, hingga
properti. Sedangkan Alim Markus adalah nahkoda dibalik semua kisah sukses itu.
Pria berperawakan sedang ini rela mengorbankan pendidikan dan masa kecilnya
saat mulai berkiprah di dunia bisnis.
3.
Putera
Sampoerna dan PT. HM SAMPOERNA.
Putera Sampoerna, pengusaha Indonesia
kelahiran Schidam, Belanda, 13 Oktober 1947. Dia generasi ketiga dari keluarga
Sampoerna di Indonesia. Adalah kakeknya Liem Seeng Tee yang mendirikan
perusahaan rokok Sampoerna. Putera merupakan presiden direktur ketiga
perusahaan rokok PT. HM Sampoerna itu. Dia menggantikan ayahnya Aga Sampoerna.
Sumber: